Jakarta, listberita.id – Perusahaan tekstil raksasa PT Sritex Tbk, dalam gelombang badai yang menerpanya.
Perusahaan tekstil terbesar ini telah mengukir sejarah, dan saat ini mengalami masalah krusial di perbankan di Indonesia.
PT Sritex Tbk perusahan ekspor terbesar dunia di Indonesia ini, menjadi dilema dalam penghujung ambang kepahilitan.
Dimana perusahan tekstil ini menjadi pilar, bagi bangsa Indonesia dengan riwayat perjalanannya sangat panjang.
PT Sritex Tbk perusahaan tekstil ini, memperkerjakan dengan jumlah karyawan 17.186 tahun 2020.
Berawal perusahaan tekstil ini bernama UD Sri Rejeki pada tahun 1966, kini dikukuhkan menjadi PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada tanggal 22 Mei 1978.
Kembali ke PT Sritex Tbk mungkinkah, seperti yang kini sedang dikembangkan oleh Kejaksaan Agung.
Yang katanya” hanyalah sandiwara pailit. Dan dirancang rapi demi menutupi, jejak permainan uang haram?
Pertanyaan besar itu kini menggantung di tengah publik, terutama setelah Kejaksaan Agung menetapkan para tersangka.
Adapun yang ditetapkan tersangka yakni, Irwan Setiawan Lukminto (ISL), Direktur Utama PT Sritex periode 2005–2022, sebagai tersangka utama.
Dalam dugaan korupsi yang mengejutkan: penyimpangan dana kredit senilai Rp3,6 triliun.
Kemudian dana tersebut digelontorkan oleh, sejumlah bank milik negara dan daerah.
Kasus ini bukan sekedar perkara penyalahgunaan dana. Ini tentang bagaimana sistem keuangan.
Yang seharusnya menopang perekonomian nasional, justru bisa berubah menjadi celah korupsi. Hal ini dapat menghancurkan korporasi besar dari dalam.
Membongkar Tabir: Bangkrut yang Asli atau Rekayasa Finansial?
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho, memaparkan.
Ia menyebut penyelidikan ini sebagai pintu masuk penting, untuk mengungkap.
Apakah kebangkrutan Sritex adalah murni,’ akibat kondisi bisnis yang memburuk, atau malah rekayasa yang disengaja.
“Penanganan kasus ini justru akan membuka fenomena kenapa sebuah perusahaan bisa bangkrut.
Apakah benar-benar bangkrut, atau hanya sekadar ‘bangkrut-bangkrutan’?” tegas Hibnu, Sabtu (31/5/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa langkah hukum Kejagung akan menjadi peringatan keras bagi dunia korporasi:
Fasilitas kredit bukanlah dana bebas pakai, melainkan alat untuk memperkuat fondasi usaha.
Bila diselewengkan, apalagi untuk kepentingan pribadi, maka korporasi bisa ambruk.
Meski para pelakunya akan berhadapan, dengan jerat hukum yang panjang.
Jejak Uang: Dari Kantor Bank ke Jerat Tersangka
Dugaan korupsi ini bermula dari pengucuran dana triliunan rupiah. Yang telah dilakukan oleh beberapa bank pelat merah, dan bank daerah kepada PT Sritex.
Dana tersebut seharusnya menjadi bahan bakar ekspansi dan penguatan bisnis tekstil.
Namun dalam praktiknya, penyidik menemukan indikasi kuat adanya, penyimpangan dalam pemberian maupun penggunaan fasilitas kredit tersebut.
Irwan Setiawan Lukminto, yang pernah memimpin Sritex selama 17 tahun, kini dituding menjadi aktor utama dalam alur penyimpangan ini.
Tapi ia tidak sendiri. Kejaksaan juga telah menetapkan dua pejabat bank sebagai tersangka:
Dicky Syahbandinata (DS), mantan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank Jabar Banten
Zainuddin Mappa, mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020.
Penyidik Kejagung terus menggali.
Sebanyak 55 saksi dan satu ahli telah diperiksa, dan jumlah ini bisa terus bertambah seiring pendalaman perkara.
Benarkah Bank Ikut Bersalah?
Menurut Prof. Hibnu, penyidikan tidak hanya akan berhenti pada pihak Sritex.
“Akan diperiksa pula bagaimana prosedur pemberian kredit, oleh pihak bank.
Apakah sesuai ketentuan? Apakah mereka tahu penggunaan dana sebenarnya?” ujarnya.
Jika ditemukan bahwa pihak bank menyetujui pinjaman tanpa verifikasi ketat, “atau terlibat dalam permainan busuk ini!
Maka bukan tak mungkin akan ada tambahan tersangka, dari sektor perbankan.
Pelajaran Mahal dari Kasus Sritex
Kisah kejatuhan ”Sritex yang dulunya dikenal sebagai, perusahaan raksasa tekstil di Indonesia dan pelangganan pasar ekspor dunia.
Kini menjadi gambaran tragis tentang bagaimana, sebuah perusahaan raksasa tekstil bisa runtuh!
Bukan disebabkan tekanan global, tapi oleh pengkhianatan dari dalam.
Skandal ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap integritas dunia bisnis.
Kemudian dari lembaga keuangan nasional. Kini, semua mata tertuju pada Kejagung.
Akankah mereka berhasil membongkar keseluruhan, jejaring permainan di balik pailitnya Sritex?
Atau, apakah masih ada babak-babak gelap lain yang belum terungkap?
Satu hal yang pasti: investigasi ini tidak hanya akan mengungkap siapa yang bersalah, tapi juga akan menuliskan bab penting dalam sejarah dunia korporasi Indonesia. (MOND).