LIST BERITA – Maraknya penebangan hutan lindung ilegal dan tidak berizin pemerintah, berkembang di wilayah kecamatan Silaut, kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.
Seperti perkebunan PT SJAL, yang lokasi tersebut telah disegel oleh dinas kehutanan. Dan kini berulah kembali melakukan kegiatan.
Perkebunan PT SJAL tersebut telah disegel beberapa bulan silam, Sumitro dan kawan-kawan dengan sengaja melakukan aktifitas (penebangan) kembali.
Perkebunan tersebut berada dikawasan hutan lindung, Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir selatan, Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan Pantauan Redaksi Satu di Kawasan Hutan Lindung
Di perkebunan “PT SJAL” Sumitro warga Silaut, melakukan aktifitas kembali, penambangan hutan lindung.
Ia menggerogoti hutan lindung, dengan menggunakan Excavator milik Muklis. Kegiatan ini dilakukan tanpa rasa bersalah.
Dengan sengaja mereka melakukan penebangan hutan lindung liar kembali, yang sebelumnya di perkebunan tersebut mereka telah melakukan hal yang sama.
Namun kegiatan itu telah di segel oleh, Satgas PKH kehutanan Kabupaten Pesisir Selatan pada bulan Maret 2025 lalu.
Sumitro di perkebunan PT SJAL, Ia selaku inisiator penebangan hutan lindung, tidak membuatnya efek jera.
Ia dengan sengaja melakukan aktifitas kembali pada hari Kamis, (2/8/2025) tanpa rasa takut dan terkesan ia kebal hukum.
Namun berdasarkan pantauan dan laporan, dari wartawan Redaksi Satu, (28/7/25).
Kegiatan di perkebunan PT SJAL Silaut telah disegel bulan Maret 2025, tanpa berfikir panjang crew media follow up kembali di hutan lindung tersebut.
Hasil pantauan ia dikejutkan, suara Excavator sedang beroperasi dan bekerja di hutan lindung tersebut.
Beberapa dirigen minyak solar terlihat dan diduga, untuk melakukan pengoperasian dengan menggunakan alat berat Excavator tersebut.
Berikut Cuplikan Investigasi dan Penebangan Hutan Lindung Liar Menjawab
Di hari yang sama awak media menuju kantor kepolisian Lunang Silaut guna untuk konfirmasi peristiwa tersebut.
Namun setiba di Polsek, menurut petugas jaga Kapolsek sedang ada giat lain, dan tidak berada ditempat jawabnya.
Lanjut di konfirmasi Muklis via whatsapp, selaku pemilik Excavator.
Dia membenarkan Excavator itu miliknya, namun kala itu dirinya sedang berada di kota Painan.
Pada tanggal 30/7/2025 awak media menuju rumah Sumitro di Silaut, setiba dirumahnya ia menyambut baik kedatangan awak media.
Sumitro mengatakan ” Silakan masuk rumah.., wartawan ya.. ” Tanya Mitro. Ya jawab awak media.
Lanjut awak media, seraya berkata: izin konfirmasi ” Pak.. Minyak solar dekat kebun Bapak, itu milik siapa Pak..?
Dan Ekskavator yang sedang berkerja itu milik siapa.. dan berapa luas hektare kebun nya Pak di sana! Pak..?
Sumitro kooperatif iapun seketika menjawab” Minyak solar itu milik saya, kalau Excavator itu milik Muklis. Silaut dan satu unit lagi yang dekat laut itu milik Sihen Lunang ” Katanya
Lanjut Sumitro menjelaskan ke awak media” Kalau kebun saya 50 hektare sudah mulai panen dan 30 hektare, sedang di bersih alat berat itu.
Semua nya lebih kurang 80 hektare, kalau petugas atau APH tidak pernah menanyakan hal ini.
Cuma wartawan saja yang menanyakan kebun sawit saya “Ujarnya.
Keesokan harinya memastikan siapa pemilik, Excavator tersebut awak media kembali ke Silaut (2/8/2025).
Wartawan Redaksi Satu menjumpai Muklis, yang diduga sebagai pemilik Excavator yang sedang merambah hutan lindung.
Setibanya di Silaut muklis berdalih, dia menyatakan bahwa, Excavator itu bukan milik saya. Saya hanya di percaya oleh pemilik Excavator, dan pemilik Excavator itu adalah Ormas G. Ujar Muklis.
Dan dua unit yang di pinggir laut itu milik orang lubuk Gedang, Mukomuko dan tiga unit Excavator itu tidak bekerja sekarang, karena di lokasi itu banjir” Kata Muklis.
Sampai berita ini di terbitkan tiga unit Excavator, masih berada di kawasan hutan lindung.
Yang berada dikawasan Si jinjang, kecamatan Silaut, kabupaten Pesisir selatan provinsi Sumatera Barat.
Pelanggar Penebangan Hutan Lindung di Jerat Pasal Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan:
Pasal 50 ayat (3) huruf e UU Kehutanan melarang penebangan pohon atau memanen/memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar, (Eri Chan).