DPR dan Menteri Hukum Bahas Wacana Stop Denda Damai

- Advertisement -
Jakarta – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mendapatkan masukan, dari anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Ahmad Irawan, (28/12/2024).

Pemerintah melalui Menteri Hukum (Menkum) mewacanakan dan menyebut“, koruptor bisa diampuni lewat damai, ujar Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dikutip lewat Baleg DPR RI.

Anggota Baleg DPR, Ahmad Irawan seraya mengatakan, wacana tersebut harus dibarengi dengan peraturan yang jelas dan di pertegas, agar tidak menyalahi aturan. Dilansir dari Parlementaria, (27/12/24).

BACA JUGA  Die Hard' Prabowo Gibran Menang Satu Putaran, Ini Kata KAI

Ia menambahkan, wacana yang disampaikan Menkum tidak salah, namun memang normanya membuka ruang untuk penafsiran, tutur politisi dari Golkar.

Kemudian perlu di perjelas dan di pertegas undang-undang dengan merevisinya,”kata Ahmad Irawan dalam keterangan tertulis diterima oleh Parlementaria, di Gedung Nusantara Senayan Jumat (27/12/24).

Sebelumnya, Pemerintah dalam hal ini Menkum Supratman Andi Agtas menyebutkan bahwa selain dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.

[

BACA JUGA  Siapakah Menata Kecamatan Ciracas Simak di Bawah Ini!!

Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan, dengan membayar denda yang disetujui oleh jaksa agung.

Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana, yang menyebabkan kerugian negara.

Irawan sepakat bahwa Jaksa Agung memiliki wewenang penggunaan denda damai (schikking), meski begitu hanya untuk kasus tertentu sesuai Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

BACA JUGA  Rapimnas: 110 Organisasi Ekonomi Rakyat UMKM Prabowo Gibran Menang Satu Putaran

“Dalam pasal tersebut menyebutkan Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.

“Dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi, berdasarkan peraturan perundang-undangan,” tuturnya.

Dalam bagian penjelasan, ketentuan tersebut juga diterangkan bahwa denda damai setidaknya merupakan upaya penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui Jaksa Agung.

BACA JUGA  Pesan Penting Dari SBY, Pemimpin Jangan Mudah Janji

Bentuk penerapan asas oportunitas yang dimiliki Jaksa Agung itu pun hanya dalam tindak pidana perpajakan, tindak pidana kepabeanan, atau tindak pidana ekonomi lainnya berdasarkan undang-undang.

Adapun denda damai ini masuk dalam kategori keadilan restoratif (restorative justice) atau untuk bidang ekonomi dikenal dengan istilah fiscal recovery yang merupakan upaya untuk memulihkan kerugian perekonomian negara.

“Denda damai (schikking) jelas dan terang tercantum sebagai wewenang Jaksa Agung. Tapi ada postulat dalam membaca teks undang-undang yang bunyinya, primo executienda est verbis vis, ne sermonis vitio obstruatur oratio, sive lex sine argumentis,” ungkap anggota komisi II ini.

BACA JUGA  Ruas: Duet Calon Bupati Wakil Bupati Bogor Pasangan Serasi

Maksud postulat itu adalah perkataan adalah hal pertama, yang diperiksa untuk mencegah adanya kesalahan pengertian atau kekeliruan dalam menemukan hukum.

Menurut Irawan, pertanyaan lanjutan dari amanat Pasal 35 ayat 1 huruf k tersebut adalah apa saja yang masuk dalam ruang lingkup tindak pidana ekonomi.

“Apakah penggunaan denda damai dalam tindak pidana ekonomi dapat dilakukan juga untuk tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara?” sebut Legislator dari Dapil Jawa Timur V tersebut.

BACA JUGA  Sampaikan Pesan Mertua Kaesang Pangarep, Ajak Masyarakat Pilih Prabowo Gibran

“Sedangkan inti delik dari perbuatan korupsi ialah perbuatan yang merugikan perekonomian negara,” imbuh Irawan.

Anggota DPR yang juga bertugas di Komisi II itu pun mengatakan, tindak pidana yang dapat merugikan perekonomian negara dalam penalaran yang wajar tidak hanya pajak dan kepabeanan.

Irawan kemudian menyinggung soal kasus Harvey Moeis yang praktik usahanya dianggap sebagai bentuk merugikan negara sehingga dianggap bentuk korupsi.

BACA JUGA  Seluruh Desa Dari Bogor Bimtek ke Bali Siapakah Penanggung Jawab?

“Mengenai Korupsi juga merugikan perekonomian negara seperti katakanlah, kasus Harvey Moeis. Itu kan kasus yang merugikan perekonomian negara.

Begitu juga tindak pidana seperti tindak pidana lingkungan hidup, kehutanan, perikanan dan kelautan, perdagangan, migas, pertambangan, dan lain-lain,” urainya.

Untuk itu, Irawan menilai penting agar Pemerintah bersama DPR untuk segera, menyesuaikan undang-undang tindak pidana korupsi.

BACA JUGA  Pesan Presiden KAI: Kita Jangan Leha Leha Menangkan Satu Putaran

Agar disesuaikan dengan perkembangan dan arah politik hukum yang disampaikan oleh, Presiden Prabowo Subianto yang lebih menitikberatkan pada pemulihan asset dan kerugian (asset/fiscal recovery).

“Begitu juga mengenai upaya denda damai ini, tindak pidana ekonomi dan kerugian perekonomian negara.

Kita harus memperjelas dan memperinci kewenangan Jaksa Agung baik itu berdasarkan prinsip dominus litis dan/atau prinsip opportunitas tadi, termasuk denda damai tadi yang bisa dieksekusi langsung oleh Jaksa Agung (semi-judge),” tegas Irawan.

BACA JUGA  Anggota DPR Fraksi PAN Singgung Pertambangan Halmahera Tengah

“Dengan demikian menurut saya sebagai Anggota Baleg DPR RI wacana yang, disampaikan oleh Menkum tidak salah’ karena memang normanya membuka ruang untuk penafsiran.

Undang-undangnya saja perlu diperjelas dan dipertegas dengan salah satunya upaya revisi,” pungkasnya. (**Dilansir Parlementaria-RED**).

BACA JUGA  Ibu Korban Pembantaian Anaknya di Bogor Polisi Harus Terbuka
- Advertisement -
Must Read
- Advertisement -
Related News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini