Penulis : Budi Sudarman
Derai tawa yang lepas memenuhi ruangan paviliun yang asri. Wajah-wajah sumringah terpancar jelas. Ada rasa puas…Wajah para pejuang demokrasi.
Gelas-gelas minuman teh dengan pengaduk batang Sereh sebagian sudah kosong. Sajian Ubi Goreng Mentega plus taburan Wijen hampir ludes.
Barusan beberapa jam yang lalu mereka menyantap hidangan Prasmanan kelas berat, mulai dari Tumis Sawi Lada Hitam, Filled Nila Saus Asam Manis, Dendeng, Sup Kepiting Jagung komplit serta berbagai menu lainnya.
Hari itu spesial banget, setelah beberapa lama bekerja mencurahkan segenap hati dan pikiran.
Demontrasi skala besar telah selesai digelar 2 hari yang lalu, unjuk rasa karena dianggap demokrasi telah mati , Demokrasi yang telah dipenuhi kecurangan dan ketidakadilan itu menyisakan kerusakan di sana sini. Tanaman hias, lampu hias, pagar, Rambu Jalan, serta kaca-kaca beberapa bangunan belum juga diganti. Hanya serpihan kaca, batu dan sampah yang sudah dibersihkan.
Di kantor Instansi pemerintah masih terpasang barikade kawat berduri, sementara masih terlihat beberapa aparat terlihat berjaga. Sementara intelijen masih awas dibeberapa titik ada yang menjadi pedagang kopi keliling, pemulung dan driver Ojek.
Demokrasi yang dianggap telah mati menghantarkan para Demonstran sehingga membakar emosi serta amarah yang tak terkendali telah meluluh lantakkan wajah harmoni kota yang selama ini penuh damai. Kota itu seperti kota mati, denyut nadi ekonomi terhenti dan hanya ada satu dua pembeli yang berinteraksi karena sebagian lainnya masih mengungsi.
Lewat channel berita media elektronik tim analisa mengevaluasi siapa narasumber yang berkomentar, berapa korban yang luka dan tewas, berapa orang yang ditangkap pihak berwajib, pejabat kompeten mana yang yang memberi pernyataan sikap, berapa banyak kantor dan kendaraan yang dibakar, apa saja fasilitas umum dan sosial yang rusak.
“Laporan masuk Ketua, lewat jejaring kita ada tim yang memobilisasi massa telah mengcounter bahwa demo kita ada sedikit masalah. Tim Logistik tidak menyalurkan honor demo serta biaya transport” “mohon petunjuk segera” !
“Hubungi segera koordinator area, agar segera menghadirkan korlap. Cari info yang mengcounter demo, alamat, keluarga dan seluruh data pribadinya harus di meja saya pukul 22.00 nanti malam.” Untuk penanganan korlap hubungi tim Pamungkas, dia tau apa yang harus dilakukan”.
Marzuki, sosok yang peduli dan aktif pada dunia pendidikan sebagai Komite Sekolah dimana anaknya bersekolah dan lingkungannya juga aktif di organisasi setempat, mulai dari Serikat Tolong Menolong, Kenaziran Mesjid hingga partisan partai.
Pribadi yang cinta bangsa dan negaranya dengan caranya sendiri. Tak pernah ribut dan berurusan dengan tetangga, warga sekitar apalagi dengan persoalan hukum. Zuki sosok yang ingin kotanya maju, dipimpin oleh orang yang mumpuni dan kredibel oleh sebab itu dia perjuangkan sosok itu agar “jadi”.
“Innalilahi wa innailaihi Raji’un” secara bersamaan para jamaah sholat Isya yang hendak pulang mendengar kabar kalau Marzuki, tewas ditabrak mobil. Antara kaget dan sedih, Mereka taunya selepas Maghrib tadi Marzuki pamitan hendak ke Apotik, beli obat untuk anaknya. Sementara pengemudi yang menabrak langsung tancap gas menghilang tanpa jejak.
“Bagaimana evaluasi negara dan pihak terkait soal demo yang lalu? “Saya perlu ulasan dari semua koordinator media ternak, koordinator Buzzer media sosial, koordinator rekanan proyek” sang Koordinator utama membuka diskusi.
Suasana hening….dan sedikit tegang.
“Untuk saat ini, kondisinya sangat kondusif sekali karena memang sudah kita kondisikan sejak awal dengan perencanaan matang, “big bos” tidak boleh membuat pernyataan sama sekali terbukti sangat ampuh, laman berita seluruh media kita penuhi dengan berapa biaya penggantian dan perbaikan Fasum dan Fasos, setting berita agar membelok berjalan sesuai rencana, dengan fakta dan nyata telah berhasil dengan sempurna”. Jeda sesaat….., kemudian “selanjutnya biarlah aparat yang akan bekerja mencari sosok sang perusak lewat pendemo yang ditangkap karena anarkis” ujarnya lagi.
Beberapa Bulan Kemudian……
“Saya sangat menyayangkan sekali kejadian demonstrasi beberapa bulan yang lalu, yang telah mengorbankan sikap demokrasi itu sesungguhnya”
“Demokrasi yang telah menjadi perekat dalam berbangsa dan bernegara yang sudah ada, sejak leluhur kita dahulu. bahwa musyarawah untuk mufakat telah dinodai oleh orang-orang ambisi akan kekuasaan, tahta dan harta”
“Kita tidak ingin negara ini, bangsa ini, dan kota ini dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan kita tidak akan mentolerir itu”
Headline berita pidato sang Big Bos memenuhi media ternak dan media yang lurus serta jujur.
“Har…kamu saya beri tanggung jawab sebagai Staff khusus saya”, sementara untuk Pendi saya tempatkan di pos media sebagai Kabag. Nanti ada Staff yang antar memo saya” hening sesaat….
“Untuk yang lainnya akan ada pos penempatan khusus sesuai kemampuannya” “semua akan dapat porsinya” “ini hasil kerja yang baik antar kita semua dalam proses berdemokrasi, demokrasi untuk musyawarah mufakat dan demokrasi untuk rekonsiliasi.
“Mak, Ayah kapan pulang Mak”? “Ayah apa bobok di rumah nenek Mak? Koq lama kali ayah boboknya”, “gak bangun-bangun”?
Tak terasa air mataku menetes….saat anakku bertanya demikian. Kutatap wajah anakku yang berusia 3 tahun. Sementara sang Abang sama si Kakak sudah terlelap dalam tidurnya.
“Bobok ya nakku” ….ucapku lirih.
“Esok kita, Abang dan Kakak pergi ke kantor Lurah”, esok kan Hari Lahir Pancasila jadi ada kegiatan untuk warga. Abang ikut lomba Lukis, Kakak ikut lomba nyanyi” jawabku lagi.
“Tami ikut nyanyi ya Mak?
“Iya…boleh koq”
Selamat Hari Lahir Pancasila
Tembung, 1 Juni 2023