List Berita – Pemerintah melalui Polri, mereka gencar berantas bandar narkoba hingga keakar-akarnya.
Seperti halnya terjadi oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Serang Banten, pengadilan telah memvonis bos bandar narkoba hukuman 17 tahun penjara.
Adapun jenis narkoba tersebut, berjenis pil paracetamol caffeine carisoprodol (PCC). Pengadilan telah menjatuhkan hukuman Reny Setiawan isteri bos narkoba Beny Setiawan.
Vonis terhadap istri bos pabrik narkoba ini lebih ringan, dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara seumur hidup.
Selain itu, Reni juga dijatuhi hukuman denda Rp 1 miliar subsider dua tahun penjara. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa.
Dengan pidana penjara selama 17 tahun,” kata Hakim Ketua Bony Daniel saat membacakan amar putusan di PN Serang, Jumat (4/7/2025).
Hakim menyatakan, istri bos narkoba ini terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Putra Reni dan Beny, Andrei Fathur Rohman, juga divonis sama, yakni 17 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider dua tahun penjara. Vonis ini juga lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 20 tahun penjara.
Sementara itu, lima terdakwa lainnya yang merupakan karyawan pabrik PCC, yakni Acu, Muhamad Lutfi, Hapas, Burhanudin, dan Abdul Wahid, dijatuhi hukuman bervariasi.
Acu, Lutfi, dan Hapas masing-masing divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider dua tahun penjara. Mereka lolos dari tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa.
Sedangkan Burhanudin divonis 20 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara seumur hidup.
Untuk Abdul Wahid dan Jafar yang disebut sebagai kaki tangan utama Beny, hakim menjatuhkan vonis penjara seumur hidup. Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) UU Narkotika.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Bony memberikan waktu kepada para terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya.
Namun, Kasi Pidum Kejari Serang Purqon Rohiyat menyatakan akan mengajukan banding atas vonis hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.
“Tentu karena tuntutan yang kami (jaksa) bacakan tidak sesuai dengan putusan hakim, maka kami akan melakukan upaya hukum banding,” ujar Purqon.
Kasus ini berawal pada Juni 2024. Saat itu, Beny Setiawan yang masih mendekam di penjara menerima pesanan pil PCC sebanyak 270 koli dari seseorang bernama Agus (DPO) dengan harga Rp 19 juta per koli. Pesanan lain datang dari Faisal sebanyak 80 koli seharga Rp 34 juta per koli.
Untuk memenuhi pesanan tersebut, Beny mempersiapkan produksi dengan membeli bahan baku seperti carisoprodol, paracetamol, dan caffeine dari Mulyadi dan Yudha (DPO).
Selain itu, dia membeli bahan pelengkap serta mesin cetak tablet dan alat produksi lainnya.
Pabrik PCC itu berlokasi di Jalan Baladika, Gurugui Timur, Kota Serang, Banten.
Dalam proses produksi, Beny melibatkan sejumlah orang termasuk istrinya, Reni, yang bertugas mentransfer uang pembelian bahan baku serta menerima hasil penjualan.
Dari penjualan ke Agus, Beny meraup Rp 5,13 miliar, sedangkan penjualan ke Faisal menghasilkan Rp 2,72 miliar.
Pengiriman barang dilakukan melalui Ekspedisi PT Karunia Indah Delapan Ekspress.
Pabrik tersebut akhirnya dibongkar Badan Narkotika Nasional (BNN) RI pada 30 September 2024.
Dalam penggerebekan itu, BNN mengamankan 10 orang tersangka serta barang bukti berupa bahan baku dan alat produksi pil PCC.