spot_img

Ayah Kandung Aniaya Bayi Hingga Tewas Oknum Polisi Semarang

Published on

LIST BERITA – Sungguh memilukan Bayi berumur dua bulan merenggang nyawanya, di kota Semarang.

Peristiwa itu terjadi di kota Semarang Jawa Tengah, bayi tak berdosa tewas dianiaya Bapak kandungnya sendiri.

Ayah kandung Bayi seorang polisi aktif bernama Brigadir Ade Kurniawan, ia berprofesi sebagai polisi di Mapolda Jawa Tengah.

BACA JUGA  Ojek Online Tewas Saat Unjuk Rasa Berlangsung di DPR

Ia anggota aktif di Direktorat Intelijen dan Keamanan (Ditintelkam), Polda Jawa Tengah.

Peristiwa itu mengejutkan dikalangan publik, fakta mengejutkan itu terungkap dalam persidangan.

Saat digelar di Pengadilan Negeri Semarang Jawa Tengah, pada Rabu (16/7/2025).

BACA JUGA  Akibat Runtuh Bawah Tanah Dua Pekerja Tewas Penambang Freeport Indonesia

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saptanti Lastari membacakan dakwaan dengan gamblang:

Kekerasan itu berakar dari konflik pribadi Brigadir Ade dengan kekasihnya, Dina Julia Pratami, yang juga ibu dari sang bayi.

Cinta Tak Bertanggung Jawab yang Berakhir Tragis

<

Kisah tragis ini bermula dari hubungan asmara, yang terjalin di luar ikatan pernikahan.

BACA JUGA  SMA 3 Payakumbuh, Lakukan Pembiaran Aksi Pembulian Siswa

Brigadir Ade dan Dina pertama kali bertemu, di sebuah pesta.  Hubungan mereka berlanjut secara intens.

Hingga akhirnya pasangan itu, Dina telah mengandung dan melahirkan anak dari hasil hubungan tersebut.

Namun, alih-alih menikahi sang kekasih setelah buah hati mereka lahir, Brigadir Ade justru memilih jalan lain.

BACA JUGA  PT Gag Nikel Perusahaan Pertambangan Menjadi Sorotan Publik

Dalam sebuah pertemuan dengan keluarga besar, Dina di awal Februari 2025.

Brigadir Ade menyatakan tidak mau menikahi Dina. Ia hanya sanggup memberikan nafkah bulanan, tanpa komitmen sebagai suami.

Keputusan itulah yang menjadi akar kemarahan Dina dan keluarganya,” kata Jaksa Saptanti.

BACA JUGA  Motif Pria Tewas di Hotel Trisno Belum Diketahui

“Karena merasa hanya dimanfaatkan dan dipermainkan, saksi Dina kerap meluapkan emosinya dengan makian kepada terdakwa.”

Makian yang Meledakkan Amarah

Persidangan mengungkap, Brigadir Ade terus-menerus menjadi sasaran kemarahan Dina.

Ia disebut kerap dimaki dengan kata-kata kasar seperti “polisi b4jing4n”, “polisi 4njing”, dan sejenisnya.

BACA JUGA  ITR Rohil Gebyarkan HUT Kemerdekaan ke-80

Makian itu berulang setiap kali Dina mendesak agar dinikahi. Dalam diam, Brigadir Ade memendam amarah.

Tekanan psikis dari kekasih dan keluarga perempuan itu, yang menuntut tanggung jawab lebih, dianggap sebagai gangguan.

Dan tanpa disadari, bara amarah yang dipendam itu akhirnya meledak – bukan kepada sang kekasih, tapi justru kepada anak kandungnya sendiri.

BACA JUGA  Seorang Wanita Mengaku Berbohong Kepada Polisi Tentang Pemerkosaan

Kekerasan Pertama: Tangan Ayah Jadi Senjata

Insiden mengerikan itu terjadi pada Minggu pagi, 2 Maret 2025, sekitar pukul 09.00 WIB, di rumah kontrakan mereka di daerah Palebon, Pedurungan, Kota Semarang.

Dalam keadaan emosi yang memuncak, Brigadir Ade memegangi leher anaknya menggunakan tangan kiri, lalu menekan bagian kepala belakang si bayi dengan kuat.

“Terdakwa menekan dengan sangat kencang, menggunakan jempol dan telunjuk pada kepala sisi belakang dekat telinga korban,” jelas jaksa.

BACA JUGA  Kunjungi Pengelolaan Air Bersih, Pj Bupati Bogor Sampaikan Ini❗

Tangisan keras bayi kecil itu menjadi alarm kepanikan. 

Bukannya minta maaf atau mengaku, Brigadir Ade justru menggendong anaknya dan mencoba menenangkan. Tapi itu bukan akhir dari kekerasan.

Kekerasan Kedua: Nafas Terakhir di Dalam Mobil

Beberapa jam setelah insiden pertama, kekerasan kembali terjadi. Kali ini berlangsung di dalam mobil yang terparkir di depan Pasar Peterongan, Kota Semarang.

BACA JUGA  Kota Semarang Panorama Kuliner Beraneka Ragam

Brigadir Ade sedang menunggu di dalam mobil bersama anaknya, sementara Dina tengah berbelanja sayuran di pasar.

Tanpa alasan jelas, Brigadir Ade kembali melampiaskan emosi kepada bayi tak berdaya itu.

Ia mengangkat anaknya, memindahkan kepala korban ke tangan kiri, sementara tangan kanannya menyangga tubuh sang bayi.

BACA JUGA  Bantuan Langsung Tunai Desa Medang Tahun 2023 Menuai Kontra

Lalu ia menekan kening korban, dengan telapak tangan bagian bawah secara kuat.

Korban batuk, tersedak, lalu terdiam dan mengalami sesak nafas,” ujar jaksa.

Detik-detik berikutnya menjadi momen paling mengerikan. 

Wajah sang bayi mendadak pucat, bibir membiru, dan tubuh menunjukkan tanda-tanda kritis.

BACA JUGA  Akibat Jembatan Kaca "Pecah" Ini Kata Pemkab Banyumas

Brigadir Ade, yang saat itu menyadari kondisi anaknya memburuk, langsung membawa korban ke rumah sakit terdekat.

Sayangnya, upaya medis tidak mampu menyelamatkan nyawa bayi mungil tersebut.

Pada Senin pagi, 3 Maret 2025 – hanya sehari setelah insiden brutal itu – korban menghembuskan nafas terakhirnya.

BACA JUGA  Seorang Pria Bernama Depi Diterkam Buaya Tewas

Pertanggungjawaban di Meja Hijau

Kini, Brigadir Ade harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Jaksa menyatakan, bahwa seluruh tindakan terdakwa mengandung unsur kekerasan terhadap, anak yang menyebabkan kematian.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (3) dan (4) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

BACA JUGA  Oknum Polisi Diduga Sekongkol Dengan KAN Lunang Jual Beli Tanah Hutan

“Perbuatan terdakwa bukan sekadar tindak kekerasan biasa, tapi kejahatan terhadap kemanusiaan.

Korbannya adalah anak kandung sendiri, yang belum mampu bicara atau membela diri,” tegas JPU Saptanti.

Publik pun geram. Seorang anggota kepolisian yang seharusnya, menjadi pelindung masyarakat.

BACA JUGA  Ngeri Jaksa dan ASN di Bacok Dua Orang Berboncengan Motor

Ia justru berubah menjadi pelaku tindak kekerasan, terhadap darah dagingnya sendiri.

Potret Buram Relasi, Emosi, dan Kekuasaan

Kisah tragis ini bukan hanya soal kekerasan dalam rumah tangga, tetapi juga potret buram baginya.

Bagaimana relasi tanpa komitmen bisa berubah, menjadi jebakan konflik emosional yang mengerikan.

BACA JUGA  Flashmob Program Kaderisasi PKS

Ketika ego dan amarah bertumpuk tanpa solusi, nyawa yang tak berdosa bisa menjadi tumbalnya.

Pengadilan kini menjadi tempat harapan terakhir, bagi keadilan sang bayi.

Sementara masyarakat, dengan penuh iba dan amarah, hanya bisa bertanya:

BACA JUGA  Viral! 10 Anak Dibawah Umur Korban Pencabulan Guru Ngaji

Bagaimana mungkin seorang ayah berubah menjadi algojo bagi anaknya sendiri?

BACA JUGA  Dana Hibah Nelayan di Pungli, Kadis Perikanan dan Pangan Geram

(MOND).

 

Latest articles

Bahas Pembangunan Lingkar Bogor Barat Menjadi Topik

LIST BERITA - Pembangunan Jalan Lingkar Bogor Barat, menjadi pembahasan dalam rapat minggon  di...

Peradaban dan Budaya Berpihak Pada Kearifan Lokal

Opini Penulis: Saidi Hartono LIST BERITA -  Negeri ini memiliki kekayaan budaya dan peradaban yang khas,...

Raja Keraton Surakarta Tutup Usia Solo Berkabung

LIST BERITA - Warga Surakarta berkabung, Raja Keraton Sinuhun Paku Buwono XIII Hangabehi meninggal...

Warga Mengalami Krisis Air di Galuga Bogor

BOGOR, List Berita - Warga Galuga Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Jawa Barat mengalami krisis...

More like this