Padang | Listberita —Apa jadinya jika seorang advokat—profesi yang semestinya berdiri di garda terdepan penegakan hukum dan etika—justru dituding merusak sendi-sendi integritas organisasi demi ambisi pribadi? Pertanyaan itulah yang kini menggema keras dari polemik kepemimpinan di tubuh Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Di balik lembaran Surat Keputusan dan klaim legalitas, tersingkap sebuah drama yang dinilai mencoreng marwah profesi advokat itu sendiri. Aksi Dr. Sutrisno, SH, MH, yang tetap mengklaim diri sebagai Ketua Umum APSI pasca Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), dinilai bukan sekadar manuver organisasi, melainkan tindakan yang mengorbankan nama baik dan integritas advokat demi kepentingan pribadi.

Polemik ini memanas setelah beredarnya SK DPP APSI Nomor 07/SK/DPP-APSI/2025 yang menunjuk Plt DPW APSI Sumatera Barat dan membekukan kepengurusan sah di bawah Ahmad Ariadi, SH. Namun keputusan itu langsung dipersoalkan. Ahmad menegaskan, SK tersebut lahir dari kepengurusan yang tidak sah secara organisasi maupun hukum. “Yang menunjuk bukan DPP yang legal,” ujarnya lugas.
Akar persoalan, kata Ahmad, bersumber dari sikap Sutrisno yang menolak hasil Munaslub APSI pada 15 November 2025 di Surabaya. Munaslub tersebut digelar atas permintaan dan persetujuan 24 DPW se-Indonesia, sebuah angka yang mencerminkan kehendak mayoritas organisasi.
Ketidakhadiran Sutrisno—karena memang tidak diundang—tidak serta-merta menggugurkan keabsahan forum. Sebaliknya, hasil Munaslub dinilai sah dan konstitusional sesuai AD/ART APSI.
Namun alih-alih legawa, Sutrisno justru menempuh jalan berseberangan. Tiga belas hari kemudian, ia menggelar Munas tandingan di Semarang (28–29 November 2025) dan mendeklarasikan diri sebagai Ketua Umum APSI versi lain. “Siapa peserta Munas versi itu?” tanya Ahmad retoris—sebuah pertanyaan yang hingga kini tak pernah dijawab secara terang.

Lebih jauh, tindakan Sutrisno disebut melampaui batas kewajaran konflik internal. Dengan mengatasnamakan Ketua Umum, ia dikabarkan memecat pengurus hasil Munaslub Surabaya, membentuk kepengurusan tandingan, mengubah logo, AD/ART, hingga alamat sekretariat DPP APSI, lalu mengajukannya ke Kementerian Hukum dan HAM RI. Ironisnya, Ahmad menduga data hasil Munaslub yang sah justru dipakai untuk menopang administrasi Munas tandingan.
Bagi banyak pihak di internal APSI, rangkaian langkah ini bukan sekadar pelanggaran etika organisasi, melainkan penghinaan terhadap nilai-nilai advokat itu sendiri. “Jika seorang advokat rela mengacak-acak aturan, memanipulasi legitimasi, dan menabrak etika demi ambisi pribadi, lalu dengan wajah apa profesi ini bicara soal keadilan?” ujar salah satu pengurus daerah dengan nada getir.
Ahmad Ariadi menegaskan, APSI yang sah dan diakui hukum adalah APSI berlogo Bintang Kuning Emas, dipimpin Andi Syafrani, SH., MCCL., CLA sebagai Ketua Umum dan Sulaisi, SHI., MIP sebagai Sekretaris Jenderal, berdasarkan hasil Munaslub Surabaya. Logo dan merek APSI di bawah kepemimpinan ini bahkan telah memperoleh Hak Cipta dari Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum RI.
APSI sendiri bukan organisasi pinggiran. Ia tercantum sebagai salah satu dari delapan organisasi advokat yang diakui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Artinya, setiap konflik di dalamnya membawa konsekuensi besar—bukan hanya bagi pengurus, tetapi juga bagi kepercayaan publik terhadap profesi advokat syariah.
Di titik inilah kritik paling tajam diarahkan. Jika advokat saja tega merusak integritas profesinya demi kepentingan pribadi, bagaimana mungkin masyarakat biasa dapat menaruh kepercayaan pada penegakan hukum melalui para kuasa hukumnya? Konflik APSI hari ini bukan lagi soal siapa yang berhak atas kursi ketua, melainkan soal apakah profesi advokat masih setia pada nilai etik dan kejujuran yang selama ini mereka khotbahkan.
Waktu akan membuktikan ke mana arah konflik ini bermuara—rekonsiliasi atau meja hijau. Namun satu hal telah terlanjur tercatat: publik kini menyaksikan, dan kepercayaan yang runtuh tidak pernah mudah untuk dibangun kembali. ( Jeben )







