LIST BERITA – Viral!! Lewat sebuah pengadilan di Jakarta Selatan, dalam kasus dipersidangan, artis Nikita Mirzani.
Nikita Mirzani seorang artis papan atas, kini dihadapkan melalui persidangan lewat pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan mempertontonkan sangat jelas, saat Nikita Mirzani memaparkan percakapan dokter Reza Gladys dengan dirinya, untuk diputar hasil rekamannya.
Namun Majelis Hakim, tidak menjawab dan tiba-tiba meninggalkan ruang persidangan.
Hal ini menjadi timbul tanda tanya besar, bagi para netizen di media sosial. Bagaimana mungkin majelis hakim diduga tidak menjalani fungsinya diruang sidang tersebut.
Peran Aktif Hukum di Pengadilan Telah Runtuh Dalam Menangani Perkara
Berawal kasus yang dialami Nikita Mirzani, diduga JPU dan Majelis Hakim dipersidangan Pengadilan Jakarta Selatan mengabaikan keadilan.
Pasalnya menurut berita yang beredar diseluruh media sosial, berawal berkembangnya dari pemilik perawatan kulit (Skincare) dari dokter Reza Gladys diduga mencatut nama artis Nikita Mirzani untuk perkembangan usahanya.
Namun atas peristiwa pencatutan nama tersebut, Nikita Mirzani merasa sebagai (korban) pencatutan nama, dan merasa dirinya tidak dilibatkan sama sekali oleh pihak Skincare (dokter Reza Gladys) soal iklan.
Bergulirnya berkembangnya persoalan tersebut, pihak Reza Gladys melaporkan kepihak kejaksaan negeri Jakarta Selatan.
Peran Hakim dan Jaksa Telah Tercoreng Kewibawaan Dipertaruhkan
Dimana dalam laporan tersebut mereka menyebut, pihaknya merasa dirugikan oleh Nikita Mirzani baik dalam usaha hingga mengarah pemerasan.
Peristiwa ini telah menjadi polemik berkepanjangan, dimana Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diduga mereka “Bermain Mata” dengan pemilik Skincare.
Menurut kesaksian dan juga terdakwa (Nikita Mirzani). Menurut vonis yang dialamatkan padanya.
Berkembangnya drama tersebut, menjadi buah bibir kalangan netizen di media sosial.
Menurut sumber dari Antara, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mempersilahkan Nikita Mirzani untuk melaporkan perihal tersebut.
Terkait dugaan Reza Gladys dan suaminya, Attaubah Mufid yang “main mata” dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang pemerasan dan pengancaman pemilik perawatan kulit (skincare).
“Tidak ada yang transaksional. Silakan dilaporkan saja ke yang berwajib.
Dan jangan ragu-ragu,” kata Hakim Kairul Soleh dalam sidang pemeriksaan saksi dari terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, (31/7).
Kairul mengatakan hal itu terkait tudingan yang disampaikan Nikita jelang dipersidangan.
Saat itu, Nikita meminta waktu pada hakim Kairul Soleh menyampaikan keberatan.
“Saya sangat terkejut setelah mendengar rekaman suara percakapan, dan melihat screenshot percakapan yang patut diduga berasal dari keluarga Reza Gladys dan dokter Mufid.
Yang patut diduga telah mengatur JPU dan majelis hakim,” kata Nikita.
Nikita membawa bukti yang dinilai memiliki indikasi kuat untuk menjatuhkan dirinya lewat proses hukum yang dianggap tidak adil.
Nikita menyebut dan menilai, rekaman itu sudah diatur secara masif dan terkoordinir.
“Hal ini terbukti sebagaimana dengan adanya rekaman dalam diska lepas (flash disk) yang akan saya serahkan kepada majelis hakim.
Saya mohon setelah majelis hakim mendengar isi flash disk ini untuk segera membebaskan saya dari Rutan Pondok Bambu,” ucapnya.
Lalu, Nikita menyerahkan bukti tersebut dan hakim Kairul Soleh memberikan klarifikasi tegas bahwa tidak ada transaksi apa pun yang melibatkan pihak pengadilan.
Dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan sebelumnya, disebut Nikita Mirzani mengancam bos perawatan kulit (skincare) milik dokter Reza Gladys (RGP) membayar Rp4 miliar untuk uang tutup mulut terkait produk yang dijual.
Disebutkan juga, Nikita menggunakan uang tersebut untuk membayar sisa kredit pemilikan rumah (KPR).
Berdasarkan informasi yang tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara dengan nomor 362/Pid.Sus/2025/PN JKT.SEL telah dilimpahkan pada Selasa (17/6).
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki dengan Pasal 45 ayat 10 huruf A dan Pasal 27B Ayat (2) dari UU ITE.
Sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 Ayat 1 KUHP.