LIST BERITA – Para mafia tanah, menguasai hutan konservasi masih saja terjadi, keberadaan mereka telah merugikan negara.
Darsono diduga kuat kuasai lahan hutan milik negara, yang sebelumnya disegel oleh pihak kepolisian Pesisir Selatan.
Namun sangat disayangkan peran aktif Darsono sangat produktif ini, terkesan mengabaikan persoalan.
Sehingga dirinya dan diduga para mafia tanah lainnya juga, turut berperan menguasai lahan perkebunan milik negara.
Sehingga menjadi PR bagi pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, dan hal tersebut sangat merugikan negara dan menjadi ajang rebutan.
Pada beberapa bulan lalu telah terjadi, diantara Darsono dan ketua forum Wali Nagari BAB Tapan, Indra.
Mereka berdua pernah terjadi peristiwa cekcok adu mulut, dan hampir baku hantam beberapa bulan lalu.
Peristiwa itu terjadi dimana Indra menanyakan kepada Darsono, terkait lahan hutan yang ia (Darsono) kuasai.
Menurut Indra, lahan yang dikuasai Darsono tidak mengantongi izin berkebun dikawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) di kampung Serdang, Kenagarian Tapan, Kabupaten Pessel, Pada (16/9/2025).
Dirinya menyesali perbuatan yang dilakukan oleh Darsono. Ia dengan sengaja telah merekam, percakapan dan percekcokan beberapa bulan yang lalu.
Dan ia pun juga telah menyebarluaskan percakapan tersebut, sehingga hal itu telah tersebar melalui via WhatsApp, tukas Indra.
“Beberapa bulan yang lalu saya sempat marah-marah sama Darsono, ujar Indra seraya menambahkan.
Dia telah menghina orang Tapan, atas tindakan Darsono yang telah menyebarluaskan lewat video yang dia rekam.
Hal tersebut menurutnya tentu, sudah melanggar Undang-undang ITE” ujar Indra.
Dilain tempat Darsono telah menyatakan, bahwa tanah yang di ambil Indra itu menurutnya, adalah tanah dia.
Tanah tersebut hasil kerjasama dengan, Duano dengan luas ukuran lebar 1000 meter x panjang 3000 meter.
Tanah itu hasil kerja sama, pada saat membuka lahan di kawasan hutan. Dia (Darsono) mendapat bagian 100 hektare, ucap Indra.
Di lokasi lahan tersebut menurut (Darsono) miliknya, namun lahan tersebut dalam kasus ber-perkara yang sedang mejadi objek perkara pada tanggal, (03/08/2025).
Dia menyatakan tanah bagian dia, lahan itu dia peroleh dari hasil kerja sama dengan Duano, dan sudah ada SKT yang sudah di ketahui oleh ketua kerapatan adat nagari Tapan.
“Indra sering di panggil Buyung yur menyerobot tanah saya gunakan ekskavator milik dia dan lahan itu sudah di jual ke orang lain.
Begitu juga dengan Yanto, Duano, EF mereka diduga kuat, telah bersekongkol ingin mengusir saya.
Karena saya orang Jawa, persoalan ini sudah saya laporkan ke kantor kerapatan adat nagari (KAN) Tapan” katanya.
Pada hari Jumat (29/8/2025) ketua kerapatan adat nagari (KAN) Tapan, Agusli. Ia memutuskan sidang dengan secara damai, untuk kedua belah pihak.
Antara pihak pertama Duano dengan Darsono, pihak kedua menyepakati hasil keputusan sidang di kantor KAN Tapan.
Namun Indra sebagai ketua forum Nagari Tapan tidak di undang oleh mereka, menurut Indra.
Keesokan harinya ketua kerapatan adat nagari ( KAN) Tapan, bersama Darsono dan anggota polsek BAB Tapan menuju lokasi tanah, di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) sekitar 6 km dari kantor KAN Tapan.
Ketua KAN Tapan menjelaskan, bahwa lokasi tersebut masih berada di wilayah tanah ulayat Tapan.
Untuk dilakukan penentuan batas-batasnya dari kedua belah pihak, agar tidak menjadi permasalahan di kemudian hari.
Lanjut dilain tempat, awak media mencari informasi dan mengkonfirmasi, sebut saja inisial Suyadi.
Suyadi yang tidak lain anggota Darsono dan dia mengatakan” Tanah bagian Darsono, sebagian besar sudah di jual olehnya.
Suyadi mengatakan, Darsono masih memiliki utang sebesar Rp200 Juta sama Haji Samsudin, Samsudin warga Teramang Jaya Penarik, Kabupaten Mukomuko.
Terakhir Darsono menjual tanah untuk biaya sidang di kantor KAN, Tapan seluas 3 ha dengan harga Rp150 Juta, ungkap Suyadi.
Dilain tempat Yanto anggota Duano, pihak yang menyerahkan tanah ke Darsono.
Yanto menjelaskan SKT yang dimiliki oleh Duano dan Darsono, SKT tersebut tidak di tandatangani oleh Datuk Noverial Bahrun, sebagai Penghulu suku atau Datuk suku Chaniago di Tapan.
Sementara Tapan terdiri dari empat suku, ada suku Chaniago, Melayu Besar, Sikumbang dan Melayu Kecil.
Peristiwa perkara lahan kawasan hutan tersebut, merupakan modus bernamakan kelompok tani di Tapan.
Hal ini menuai kritik, dari berbagai elemen masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Noverial Bahrun.
Sebagai Datuk suku Chaniago, dan juga sebagai ketua pejabat pembuatan akta tanah (PPAT) Provinsi Sumbar.
Ia mengatakan”Tanah milik negara di Tapan di kuasai oleh suku Melayu kecil, ikut serta Agusli ketua KAN Tapan, ucapnya.
Dan ia bersengkokol dengan mafia tanah, yang tidak pernah memikirkan dampak terhadap masyarakat luas, lingkungan hidup dan kelestarian alam disekitarnya” Ujarnya.
Sebagian besar masyarakat di Tapan menyoroti perbuatan mafia tanah di kawasan hutan di Tapan milik negara.
Mereka seakan-akan kebal hukum, lalu mereka dengan sengaja telah mencaplok “Tanah Negara” dan diperjualbelikan, untuk memperkaya kepentingan pribadi.
Padahal Hutan kawasan di Tapan dilindungi oleh, Undang-undang no 18 tahun 2013.
Tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dan peraturan daerah Sumbar no 16 tahun 2008, juga mengatur tentang tanah ulayat di daerah Provinsi Sumatera Barat, (Redaksi Erichan).