Painan, Sumbar i Listberita.id – Percakapan telepon antara Bupati Pesisir Selatan, Hendra Joni, dengan seorang awak media dari Jakarta baru-baru ini meninggalkan tanda tanya besar. Pasalnya, dalam percakapan itu, Hendra Joni justru mengaku dirinya hanyalah “wakil bupati” ( Risnaldi- red ), sementara yang bupati adalah “Hendra Joni” sendiri.
Rekaman dialog yang berlangsung lewat sambungan Telp WhatsApp beredar luas ke masyarakat Pesisir selatan. Penyamaran Hendra Joni itu menimbulkan kejanggalan di tengah masyarakat. Awak media yang menelpon melalui ponsel semula hanya ingin menanyakan sejumlah persoalan di Pesisir Selatan, termasuk soal konflik tanah yang sudah sampai ke Jakarta. Namun, jawaban Hendra Joni justru membelokkan pembicaraan.
“Saya ini wakilnya, yang bupati Pesisir Selatan adalah Hendra Joni,” ujar Hendra Joni sang bupati mengakui dirinya sebagai wakil bupati kepada awak media.
Kebingungan semakin menjadi ketika wartawan mengingatkan bahwa foto pada profil WhatsApp yang ia hubungi adalah foto Hendra Joni sendiri, bukan Risnaldi sang wakil Bupati. Namun ia kembali menegaskan, foto “Itu wakilnya.” Sebuah jawaban yang semakin membuat suasana percakapan seperti ironi politik.
Makna di Balik “Kebohongan”
Di kalangan masyarakat Pesisir Selatan, pernyataan itu tidak hanya dianggap sebagai keanehan, tapi juga mencerminkan kondisi psikologis seorang pemimpin yang mulai kehilangan kepercayaan publik. Dengan “mengaku wakil”, Hendra Joni seolah ingin menciptakan jarak dari realitas bahwa ia lah kepala daerah yang tengah disorot karena minimnya capaian pembangunan.
Bagi sebagian warga, kebohongan kecil itu justru menjadi simbol besar: Sel;aku Kepala Daerah seakan tak lagi percaya diri untuk mengakui jabatannya, sementara masyarakat pun makin kehilangan keyakinan terhadap kepemimpinannya.
Persoalan Tanah dan DPRD
Dalam percakapan itu, awak media juga menyinggung konflik tanah di wilayah Pesisir Selatan yang kabarnya sudah dilaporkan perangkat ninik mamak ke Jakarta. Menanggapi hal itu, Hendra Joni membenarkan adanya masalah, namun jawabannya kembali melebar.
Ia bahkan menuding seluruh anggota DPRD Pesisir Selatan “bermasalah” karena dinilai kurang memperhatikan rakyat.
“Betul, seluruh anggota DPRD Pesisir Selatan bermasalah. Sedapat mungkin tolonglah bantu masyarakat, apalagi banyak yang ekonominya kurang, terutama soal pembangunan,” katanya.
Simbol Krisis Kepemimpinan
Percakapan singkat namun janggal itu menyisakan pertanyaan mendalam bagi masyarakat Pesisir Sealatan. Mengapa seorang bupati harus “bersembunyi” di balik klaim sebagai wakilnya sendiri? Apakah ini bentuk kelucuan yang tidak disengaja, atau justru pengakuan diri sendiri yang terselubung bahwa kepercayaan terhadap dirinya kian runtuh?.
Bagi masyarakat Pesisir Selatan, drama kecil itu menjadi potret nyata krisis kepemimpinan: ketika seorang kepala daerah sudah tak sanggup berdiri tegak mengakui posisinya, sementara di lapangan masalah tanah, ekonomi, dan pembangunan terus menumpuk tanpa arah penyelesaian.(*** )