Tangsel, listberita.id – Dampak relokasi lahan BMKG Tangerang Selatan, kini berubah sepi para pedagang dilokasi pun tak terlihat, hanya menyisahkan 200 ekor sapi disana.
Pagi yang biasanya riuh oleh suara pedagang dan hiruk-pikuk aktivitas jual beli di lahan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pondok Betung. kini sunyi.
Lapak-lapak makanan yang sebelumnya berdiri di atas lahan BMKG dengan harapan mengais rezeki, kini hanya meninggalkan bayangan.
Semua berubah sejak aparat gabungan mengosongkan lahan BMKG, dari cengkeraman organisasi GRIB Jaya. Sabtu, 24 Mei 2025, menjadi hari yang menentukan.
Sebanyak 426 personel Polda Metro Jaya dikerahkan, didukung alat berat yang tak hanya meratakan posko ormas.
Tetapi juga menggusur ketenangan para pedagang yang merasa telah “Sah’ menyewa lahan ironisnya, kepada pihak yang tak memiliki kewenangan apapun.
Mimpi Pedagang yang Direnggut
Bukan tanpa alasan para pedagang berani membuka lapak di sana. Mereka telah menyetor sejumlah uang kepada GRIB Jaya, yang mengklaim sebagai ‘pengelola lahan’.
Namun klaim itu terbantahkan: tanah seluas 127 ribu meter persegi itu adalah milik negara.
Tepatnya milik BMKG yang bersertifikat Hak Pakai dan, tak pernah tercatat dalam sengketa hukum apapun. Kini, mereka para pedagang makanan terkatung-katung.
Berjuang mencari nafkah, mereka malah terjebak dalam pusaran perebutan lahan yang tak mereka pahami.
Kabar baiknya, pemerintah daerah tak tinggal diam. “Kami telah berkoordinasi dengan Polres dan Pemda Tangsel.
Mereka, khususnya asisten pemerintahan dan camat yang hadir saat penertiban.
Dan menjanjikan relokasi bagi para pedagang,” ungkap Kombes Pol Wira Satya Triputra, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, dalam konferensi pers, Senin (26/5).
Relokasi ini, menurut Wira, adalah bentuk tanggung jawab moral pemerintah terhadap warga yang sebenarnya juga menjadi korban.
Namun, prosesnya tentu tak instan. Lokasi baru, izin usaha, dan keberlangsungan ekonomi para pedagang harus dipikirkan secara matang.
Sapi-Sapi yang Tak Bisa Pindah Seketika
Di sisi lain, nasib pedagang hewan kurban sedikit berbeda. Sekitar 200 ekor sapi masih berada di lokasi.
Diam di kandang-kandang darurat, seolah belum tahu nasib akan berubah pasca Idul Adha.
“Kami beri toleransi. Mereka hanya berjualan sampai hari raya Idul Adha.
Karena memindahkan ratusan sapi jelas tidak bisa dilakukan dalam semalam,” kata Wira. “Setelah itu, lahan harus dikosongkan.”
Langkah ini dinilai bijak. Menjelang Idul Adha, kebutuhan akan hewan kurban meningkat tajam.
Jika para pedagang hewan kurban serta-merta dipaksa pergi, bukan hanya mereka yang merugi, masyarakat sekitar pun akan kesulitan mendapatkan sapi.(MOND).