Kabar retaknya hubungan Gubernur Sumatera Utara, Letjend. TNI. (Purn) Edy Rachmayadi dengan wakilnya Musa Rajekshah menjelang Pikada di Sumut tahun 2024 semakin jelas dan terang benderang, hal lumrah dalam wajah politik.Â
Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Gubernur, Ijeck nama panggilan kecilnya saat ini menjadi ketua DPD Golkar Provinsi Sumatera Utara pada saat Pemilu tahun 2019 mendapat 15 kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara, sementara Edy Rachmayadi, secara senioritas pernah menjadi Pangdam II/BB yang tentunya tak bisa dipandang sebelah mata pula dikalangan keluarga TNI, meski TNI aktif tak punya hak pilih tetapi jaringan keluarga pasti punya andil. Masing-masing punya peluang besar untuk menjadi orang nomor satu di provinsi Sumatera Utara pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024 masa jabatan 2024 – 2029.
Apa sebenarnya motivasi Edy Rachmayadi dan Musa Rajekshah pecah kongsi? Tentunya hanya mereka berdua yang mengetahui. Puncak kuasa telah mereka genggam di 2018, soal apakah janji sudah mereka laksanakan secara hukum dunia, tentunya pejabat terkait dan kompeten pula yang mampu menjawabnya. Selanjutnya semua kita kembalikan keurusan akhirat kelak
Tapi publik tentu punya alasan juga untuk menilai sang pemimpin dengan segala kurang dan lebihnya. Meski publik dihantui jawaban, “apa hak dan wewenang anda untuk menilai” seperti jawaban Edy Rachmayadi selaku Ketum PSSI saat ditanya jurnalis Aiman Witjaksono yang sedang live di Kompas TV soal meninggalnya suporter Persija, dirangkai dengan kesibukannya sebagai Gubernur Sumatera Utara, “apa urusan anda menanyakan itu”.
Pemilihan pimpinan di daerah bukan sekedar tahta kuasa belaka tapi lebih kepada harta, yang bukan saja untuk partai pendukungnya tapi turun sampai ke perangkat aparaturnya. Nah pembahasan kali ini semakin menarik, kira-kira isu apalagi yang hendak dihembuskan? Sebab beberapa partai sudah kasak-kusuk untuk dukung mendukung pencalonan.
Tentunya kita semua berharap berdemokrasi jangan sampai mencederai, seperti halnya pola sentimen agama yang dibawa saat Pilkada DKI 2017 yang menjadi sejarah kelam, hitam dan paling brutal dalam sejarah demokrasi. Hingga urusan jenazahpun diultimatum akan diabaikan hanya karena beda pilihan.
Pesta demokrasi adalah sebuah pesta rakyat, bak sebuah hajatan ada hiburan dan penganan yang siap disantap. Pesta yang penuh dengan sukacita. saat deklarasi partai pendukung pencalonan ERAMAS di Lapangan Merdeka, Medan awal Januari 2018 mereka berjuang bersama untuk memimpin Sumatera Utara, tetapi menjelang 2024 sepertinya mereka tak sejalan lagi dalam perjuangan, visi dan misi. haruskah kebersamaan pendukungnya pecah dan larut dalam keributan karena beda pilihan? kita tak mengharapkan itu, siapapun. lewat kejadian ini kita harus belajar politik secara dewasa. bahwasanya dalam politik tidak ada musuh sejati dan lawan sejati.
Apapun sajiannya itu yang kita akan santap, jika punya rekam jejak jelek tak perlu dipilih. Sama halnya saat diri punya bibit Asam Urat di meja hidang prasmanan tersedia aneka kerupuk dan Emping, tentulah tak perlu mengambil Emping, cukup kerupuk yang lainnya, jika itupun tak ada lagi cukup tinggalkan.
Jalan itu masih panjang, tapi semuanya butuh persiapan dan perencanaan. persiapan yang utama adalah Pemilihan Anggota Legislatif tingkat kabupaten, provinsi dan tingkat nasional yang digabung sekaligus dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024 – 2029. Deal-deal politik menjadikan hari-hari terasa begitu cepat dan malam menjadi semakin panjang larut dalam perbincangan. Komunikasi dibangun ke beberapa jaringan dan komunitas. Plan A dan plan B dibangun juga plan alternatif lainnya. semuanya bersicepat menyusun strategi. secepat perubahan arah angin politik mendekati hari (day) dan Jam (hour) pelaksanaan Pemilu.
Pilihlah pemimpin yang amanah dalam memperjuangkan kesejahteraan warga dan masyarakatnya. Pilih pemimpin yang sayang warganya, bukan sekedar mau pilihan ada Subuh Berkah dan Jum’at Berkah tapi sesudah duduk dan terpilih lupa karena sibuk yang katanya bekerja. Bekerja tapi entah untuk siapa Karena bila berjanji harus ditepati, bila bernazar harus pula dibayar. Cukuplah sudah Sumatera Utara punya Gubernur yang pernah dimutasi ke KPK karena tak amanah dalam mengelola anggaran negara.
Mari kita songsong Pilkada Sumut 2024 menjadi indah dengan penuh rasa suka cita. Pesta Demokrasi yang mampu melahirkan Pemimpin yang amanah dalam menjalankan anggaran negara demi kesejahteraan warganya. (Red-BS)