Listberita.id- Istilah “jamaah oknumiyah” terkait banyaknya tambang galian C Diduga Ilegal itu dilontarkan oleh anggota tim investigasi Aliansi Indonesia, Sugihartono.
Para jamaah Oknumiyah di tambang galian yang bisa beroperasi dengan bebas dan leluasa di Kabupaten Magelang, khususnya di wilayah Kecamatan Srumbung.
“Kalau tidak kita sebut dengan kata jamaah oknum nanti dituding melecehkan institusi, tapi kalau oknum kok banyak banget dan merata, jadi ya saya sebut saja ‘jamaah oknumiyah’,” jelas pria yang juga dikenal dengan nama panggilan Bonot itu.
Tambang galian C ilegal di wilayah Kecamatan Srumbung itu menurut Bonot sudah sampai taraf memprihatinkan karena sudah merambah di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Selain menimbulkan masalah kerusakan lingkungan, termasuk rusaknya sumber mata air karena kawasan itu merupakan resapan air hujan dari pohon pinus yang ada, penambangan ilegal juga mengakibatkan masalah sosial bagi lingkungan penduduk sekitar.
Masalah itu terbukti dengan sikap Pemerintah Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, yang meminta kepada pelaku penambangan ilegal yang menggunakan alat-alat berat untuk menghentikan kegiatannya.
“Namun hingga saat ini (24/3/2024) aktifitas masih berlangsung, padahal surat itu juga ditembuskan ke Bupati Magelang, Balai Taman Nasional Gunung Merapi, Polres Magelang dan instansi terkait lainnya,” imbuh Bonot.
Dari hasil investigasinya di lapangan, kata Bonot, ada 62 unit ekskavator yang beroperasi di kawasan tersebut.
“Jadi jika dikatakan pihak-pihak terkait tidak mengetahui aktifitas ilegal tersebut, ya mustahil. Pasti mereka tahu. Yang menjadi pertanyaan kenapa terus dibiarkan? Bisa saja itu hanya alibi agar aparat setempat tidak disalahkan karena tidak menindak,” kata dia.
Menurutnya setidaknya ada tiga pihak yang terkait dengan penambangan ilegal di kawasan itu, pertama pihak Balai Taman Nasional selaku pengelola kawasan.
Lalu masalah perizinan dan lingkungan hidup itu kewenangan pemerintah daerah (pemda) dari Pemkab Magelang hingga Pemprov Jawa Tengah, dengan dinas-dinas terkait di bawahnya.
Dan masalah hukum menjadi kewenangan kepolisian dari tingkat Polsek Srumbung, Polres Magelang hingga Polda Jateng.
“Kalau ketiga-tiganya kompak diam atau mendiamkan, kan tidak salah jika masyarakat menduga ada keterlibatan oknum-oknum dari ketiga pihak itu,” lanjut Bonot.
Bahwa ada isu bahwa tambang-tambang ilegal di Srumbung dibekingi orang-orang kuat, Bonot tidak menampiknya.
“Mungkin saja itu benar. Karena dari salah satu aktifitas tambang yang menamakan dirinya Mudi Lestari, mereka mengaku dekat dengan petinggi-petinggi di Mabes Polri. Itu ngakunya lho ya, entah benar atau tidak siapa yang bisa membuktikan?” ujarnya.
Namun adanya beking orang kuat, jika memang hal itu benar, menurut Bonot tetap tidak bisa dijadikan alasan pembiaran tambang ilegal yang membahayakan lingkungan hidup, menimbulkan masalah sosial, serta menguapnya penghasilan negara karena usaha ilegal sudah pasti tidak membayar pajak dan retribusi resmi, tidak bisa terus menerus dijadikan alasan dilakukannya pembiaran.
“Kemungkinan adanya beking orang kuat itu satu soal. Tapi dugaan adanya kepentingan-kepentingan lokal oknum-oknum yang saya sebut ‘jamaah oknumiyah’ tadi juga sulit dinafikan.
Sekuat apapun bekingnya, jika di tingkat lokal sini semua pihak komitmen dan tidak ada kepentingan pasti masalah tambang ilegal di Srumbung ini lebih mudah diatasi,” tegasnya.
Bonot menyimpulkan, tambang ilegal di kawasan Kecamatan Srumbung itu memang seperti penyakit yang sengaja dipelihara, karena oknum-oknum di tingkat lokal berkepentingan dan diduga kuat menikmati hasil dari penyakit itu.
Terkait permasalahan tambang ilegal itu di tingkat pusat, Bonot mengatakan, timnya menyerahkan hal itu kepada DPP Lembaga Aliansi Indonesia dan telah ditindaklanjuti dengan mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) , Menteri ESDM, Ditjen Gakum Kementerian LHK, Kapolri dan instansi terkait lainnya di tingkat pusat.
***