Medan, List Berita – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi yakin filosofi Dalihan Natolu sebagai wawasan sosial kultural masyarakat dan adat budaya daerah Tapanuli dan Mandailing mampu memperekat persaudaraan warga Sumut yang berada di parserahan (perantau) dalam menjalin kehidupan dengan adat dan budaya setempat. Juga dalam menjalani kehidupan rukun, damai dan harmonis.
Hal itu dikemukakan Edy Rahmayadi Gelar Mangaraja Sojuangon Perkasa Alam Nasution dalam sambutan dibacakan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumut Muhammad Rahmadani Lubis pada pelantikan Pengurus Forum Masyarakat Dalihan Natolu (Formadana) Provinsi Aceh yang diketuai …. dan Milad ke-8 Naposo Nauli Bulung Tabagsel – Aceh di Aula Balai Kota Banda Aceh, Minggu (27/5).
Lebih lanjut, Gubernur mengemukakan, dalihan natolu dari segi bahasa dapat diterjemahkan yaitu tungku yang berkaki tiga yang sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.
“Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat. Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi,” ujarnya.
Inilah yang menjadi filosofi dari nenek moyang dan leluhur di Tapanuli dan Mandailing yang digunakan sebagai falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara atau kahanggi, dengan mora maupun boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur.
“Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi mora, pernah menjadi anak boru dan pernah menjadi kahanggi,” ujarnya.
Dalihan na tolu lanjutnya menjadi kerangka hubungan tripartit yang meliputi hubungan-hubungan kerabat hubungan darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat Tapanuli dan Mandailing, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga sikap yang menjadi dasar Bersama.
Ketiga sikap tersebut adalah sikap menghormati/menghargai mora, yaitu sikap yang ditunjukkan sebagai sikap menghormati dan menghargai keluarga pihak istri atau marga istri, kelompok marga ibu (istri bapak), kelompok marga istri ompung, dan beberapa generasi. Kemudian sikap membujuk dan mengayomi pihak anak boru, yaitu anak perempuan atau pihak yang menerima dan menjaga anak perempuan. Selanjutnya sikap berhati-hati dan saling menjaga dengan kahanggi yaitu kerabat atau teman semarga.
Ketiga sikap ini adalah cerminan rasa persatuan dan kesatuan yang diwujudkan dalam suatu sikap menghormati, menghargai, menyayangi, mengayomi dan saling menjaga hubungan di tengah-tengah masyarakat. “Untuk itu kami berharap dengan adanya organisasi forum masyarakat dalihan natolu (formadana), dapat menjadi perekat bagi keutuhan masyarakat, Selain itu dapat pula menjadi lokomotif dalam melestarikan budaya daerah yang santun dan berkearifan,” ujarnya.
Disampaikan juga, Naposo Nauli Bulung adalah merupakan pemuda dan pemudi yang merupakan pewaris adat budaya Tapanuli Bagian Selatan. Untuk itu dengan milad ke-8 organisasi Naposo Nauli Bulung Tabagsel – Aceh diiharapkan semakin mendewasakan generasi muda Tabagsel bagaimana bersikap dan bersosialisasi dengan masyarakat baik di provinsi Sumatera Utara, di Provinsi Aceh maupun di Indonesia secara umum. (Redaksi-BS)